Benar, kebiasaan yang telah diwariskan turun temurun dari nenek moyang kita yang dianggap sebagai “Uang Kopi” untuk melancarkan sebuah transaksi. Dan inilah yang perlu kita sadari, karena ini merupakan akar dari sebuah KORUPSI.
Sebelum membahas lebih dalam tentang korupsi, mari kita simak sebaris makna dari korupsi yang saya ambil dari wikipedia.
Korupsi secara harafiah bermakna perilaku pejabat publik baik politikus/politisi, pegawai, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalah gunakan kekuasaan publik yang dipercayai kepada mereka (Wikipedia).
Tentu saja pengertian diatas merupakan pengertian yang merujuk khusus kepada para pejabat-pejabat tinggi yang memegang kekuasaan penting di pemerintahan dan yang bertindak semena-mena yang dapat merugikan orang/pihak lain.
Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi buruk untuk tingkat korupsi terparah. Entah apa yang dilakukan pemerintah kita hingga setiap hari masyarakat di sajikan dengan pemberitaan-pemberitaan yang cenderung menghilangkan kepercayaan kepada pemerintahan seperti uang suap, penggelapan dana, pencucian uang, dan korupsi.
Pada hakikatnya, korupsi merupakan “Benalu sosial” yang dapat merusak struktur pemerintahan, menjadi penghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan bangsa ini pada khususnya.
Praktek korupsi ini pun tidak mungkin terjadi dibawah sadar, pasti ada hal yang menyebabkan terjadinya praktik korupsi bebas dan mudah terjadi dilingkungan sosial maupun pemerintahan, diantaranya adalah :
1. Kelemahan Moral, Kelemahan moral merupakan pemicu utama terjadinya praktik korupsi yang semakin membludak, tanpa memikirkan pihak lain tiada yang bisa menghalau melakukan praktik korupsi kecuali jika memang moralnya baik dan tidak menyalah gunakan kekuasaan yang dimilikinya.
2. Tekanan ekonomi, ekonomi juga bisa menjadi background sebuah badan untuk melakukan praktik korupsi. Gaji yang rendah, dan persepsi lain yang membuat koruptor buta arah dan melakukan tindakan yang dapat merugikan semua pihak.
3. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna, inilah hal yang menyebabkan koruptor bisa bergerak bebas bahkan setelah tertangkap oleh badan pemberantasan korupsi. Lemahnya sistem kebijakan untuk memerangi “tikus-tikus negara” ini dianggap masih lemah dan perlu perbaikan sehingga koruptor mesti berfikir dua kali sebelum mengambil tindakan.
4. Administrasi yang mahal, lamban dan tidak luwes, itulah yang kita rasakan dikeadaan sekarang. Permainan tradisi menambah penghasilan pun terjadi disini, dimana pihak yang membayar, menyogok atau sekedar “uang kopi” yang mudah untuk melakukan administrasi di suatu badan.
5. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya, berbagai hal yang tidak bermoral pun dilakukannya dengan alasan ekonomi maupun gaji yang rendah.
Coba bayangkan apa yang akan terjadi dimasa depan jika tradisi ini terus berlanjut, pembangunan nasional yang terhambat, hilangnya kewibawaan administrasi bahkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan kerugian Negara yang menghambat negara untuk maju.
Kita ikut untuk memikul tanggung jawab guna melakukan pertisipasi politik, memberikan teladan yang khususnya harus dilakukan oleh para pejabat tinggi dan bertindak untuk memberantas korupsi baik dari hal kecil seperti penyogokan dan uang kopi dan mulailah bertinda jujur dari sekarang.
Tidak hanya menonton tindakan buruk hukum yang lumrah terjadi dan menjadi tradisi ini, tindakan kecil untuk memberantas korupsi adalah hal yang bisa kita lakukan mulai sekarang. Mengajari penerus dengan moral yang baik, berhenti berfikir dengan menambah anggaran maka administrasi bisa cepat terselesaikan dan fikirkan bahaya masa depan bangsa jika korupsi ini terus menjadi budaya.
Mari bangun budaya baru antikorupsi terutama pada generasi penerus, jadikan Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur nan jauh dari korupsi karena tindakan sekarang akan menentukan masa depan.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar